Rabu, 25 Februari 2015

Aliran Syi'ah

bab tentang aliran syi'ah




MAKALAH ILMU KALAM
ALIRAN-ALIRAN SYI’AH
Makalah ini disusun untuk melengkapi mata kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pembimbing :
Ali Shofwan, Drs, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Luluk Zahirotusyarifah (213079)
Lusiana (213080)
Luthfiah  (213081)
FAKULTAS TARBIYAH ( Pai )
PROGRAM STUDI DAN PENDIDIKAN ISLAM TAHUN 2013
SEMESTER II
UNIVERISITAS NAHDLATUL ULAMA JEPARA


BAB II
PEMBAHASAN
Golongan Syi’ah
A.    Pengertian Golongan Syi’ah
Syi’ah berarti pengikut, “pendukung”,”partai(faham)”, atau “kelompok”. Sedangkan secara Terminologis/istilah itu dikaitkan sebagian kaum Muslim baik spritual maupun agama yang  merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW.
Menurut Ath-Thabathaba’i (1903-1981 M), istilah “syi’ah” untuk pertama kalinya ditujukan pada pengikut Ali bin Abi Thalib (Syi’ah Ali). Partai ini tumbuh dari timbulnya perselisihan paham dalam masalah Khalifah. Diantara sahabat yang membela paham Ali, ialah Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghifari, Jabir ibn Abdullah, Al-Miqad ibn Al-Aswad, Ubai ibn Ka’ab, Khuzaimah ibn Tsabit dan semua Bani Hasyim.
Menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul ke permukaan sejarah pada masa akhir pemerintahan Utsman bin ‘Affan yaitu pada ketika berlangsungnya peristiwa peperangan antara Ali dan Mu’awiyah (Perang Shiffin).
Menurut kalangan Syi’ah sendiri berpendapat bahwa Syi’ah muncul berkaitan dengan masalah pengganti (khilafah) Nabi Muhammad SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin ‘Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak menggantikan Nabi dengan alasan bahwa Ali bin Abi Thalib orang yang pertama diperintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan dakwah kepada kerabatnya dan juga bukti adanya peristiwa Ghadir Khumm.[1]
Akan tetapi orang-orang yang menganut paham ini tidak menampakkan diri sebagai suatu partai tertentu hingga pemerintahan Utsman, yaitu diwaktu Abdullah ibn Saba’ mengemukakan pahamnya, menjelek-jelekkan Utsman dan memuji-muji Ali. Setelah Ali menjadi Khalifah dan rakyat mengakuinya, nyatalah kepada mereka bahwa Ali adalah seorang yang besar, seorang yang berilmu, seorang yang beragama kuat. Karenanya hati mereka bertambah terikat kepada Ali, lalu mereka pun mengembangkan paham mereka dengan penuh kesungguhan dan kemauan.
Syi’ah mendapatkan gambaran pengikut yang besar, terutama pada masa Dinasti Amawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari perlakuan kasar dan kejam Dinasti ini terhadap ahl-bait. Di antara bentuk kekerasan itu adalah yang dilakukan penguasa Bani Umayyah (Yazid bin Mu’awiyah), misalnya pernah memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibnu Ziyad untuk memenggal kepala Husein bin ‘Ali di Karbala.[2] Diceritakan bahwa setelah dipenggal, kepala Husein bin ‘Ali di bawa ke hadapan Yazid dan dengan tongkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi Muhammad SAW. yang pada waktu kecilnya sering dicium Nabi.[3] Kekejaman itu menyebabkan sebagain kaum Muslim tertarik dan mengikuti madzhab Syi’ah, atau menaruh simpati mendalam terhadap tragedi yang menimpa ahl-bait.
B. Latar Belakang Perkembangan dan Munculnya Aliran Syi’ah
Syi’ah muncul  karena adanya perselisihan paham dalam masalah Khalifah dan juga adanya golongan yang lebih mengutamakan ahl-bait, dan juga atas dasar kerabat dan orang yang pertama kali berhak menggantikan Nabi Muhammad SAW. Adapun perkembangannya memperjuangkan hak kekhalifahan ahl-bait dihadapan Dinasti Amawiyah dan Abasiyah, Syi’ah juga mengembangkan doktrin- doktrinnya. Yang berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun iman, yaitu tauhid(kepercayaan kepada keesaan Allah); nubuwah (kepercayaan kepada kenabian); ma’ad (kepercayaan akan adanya hidup akhirat); imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan hak ahl-bait); adl (keadilan Ilahi).
C.Partai-partai Syi’ah 
Berdasarkan uraian yang di atas, golongan Syi’ah terpecah menjadi  dua:
Pertama, partai yang berdalil dengan nash-nash yang nyata yang menunjukkan kepada ke-imamah-an (ke-khilafah-an) Ali. Maka karenanya imamah dari Ali turun kepada yang ditunjuk Ali sendiri. Maka mereka berpendapat bahwa mengetahui imam yang ditenetukan itu, adalah suatu syarat yang menyempurnakan imam.
Kedua, golongan yang berpendapat bahwa tidak ada nash-nash yang qathi yang menunjuk kepada imamah Ali sendiri. Yang ada hanyalah dalil-dalil yang menunjukkan kepada sifat-sifat imam (Kepala Negara) yang harus diangkat.
Kebanyakan pengikut golongan syi’ah ini sepakat menetapkan bahwa imamah  itu hak Ali dan kedua puteranya Al-Hasan dan Al-Husain.[4]
Kemudian mereka pecah dua sesudah Al-Hasan dan Al-Husain wafat.
a.       Golongan yang tidak  membatasi imamah dalam kalangan putera-putera Ali dari Fatimah saja. Karenanya mereka mengangkat Muhammad ibn Hanafiyah.
Golongan ini adalah golongan Kaisaniyah pengikut-pengikut Kaisan Maula Ali.
Kemudian golongan Syi’ah ini pecah kepada lima partai. Diantaranya ada yang berpendapat, bahwa imamah dengan jalan wasiat berpindah dari Abu Hasyim kepada Ali ibn Abdullah ibn Abbas, kemudian kepada puteranya Muhammad, kemudian kepada puteranya pula Abul Abbas as-Saffah, pembangun Daulah Abbasiyah.
b.      Golongan yang membatasi pada keturunan Al-Hasan dan Al-Husain saja. Mengangkat sesudah Al-Hasan dan Husain, puteranya Abu Ja’far Muhammad al-Baqir, kemudian mengangkat puteranya yaitu Ja’far ash-Shadiq.
D. Sekte-Sekte Syi’ah
Dalam perjalanan sejarah, aliran Syi’ah terpecah menjadi beberapa sekte karena adanya perpecahan di kalangan Syi’ah yang terpicu oleh masalah doktrin imamah,antara lain:
1.      Syi’ah Itsna Asyariah (Syi’ah Dua Belas/Syi’ah Imamiah)
Asal-usul dinamakan Syi’ah Imamiah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio-politik, yaitu bahwa ‘Ali berhak menjadi khalifah bukan hanya kecakapannya atau kemuliaan akhlaknya, tetapi ia telah ditunjukkan dan pantas menjadi khalifah pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Ide tentang hak ‘Ali dan keturunannya untuk menduduki jabatan imam atau khalifah telah ada semenjak Nabi wafat, yaitu dalam perbincangan politik di Saqifah Bani Sa’idah.[5]
            Syi’ah Itsna ‘Asyariyah sepakat bahwa ‘Ali adalah penerima wasiat Nabi Muhammad SAW, seperti yang ditunjukan nash Al-ausyia (penerima wasiat) setelah ‘Ali bin Abi Thalib adalah keturunan dari garis Fatimah, yaitu Hasan bin ‘Ali dan Husein bin ‘Ali sebagaimana yang disepakati. Bagi Syi’ah Itsna ‘Asyariyah, Al-Ausiya yang dikultuskan setelah Husen adalah ‘Ali Zainal Abidin, kemudian secara berturut-turut Muhammad Al-Baqir (w.115 H/733 M), Abdullah Ja’far Ash-Shadiq (w.148 H/765 M), Musa Al-Khazim (w.183 H/799 M), ‘Ali Ar-Rida (w.183 H/799 M), Muhammad Al-Jawwad (w.220 H/835 M), ‘Ali Al-Hadi (w.254 H/874 M), Hasan Al-Askari dan terakhir adalah Muhammad Al-Mahdi sebagai imam kedua belas. Karena pengikut sekte Syi’ah telah berbai’at di bawah imamah dua belas imam, mereka dikenal dengan sebutan Syi’ah Itsna ‘Asyariah (Itsna ‘Asyariyah).

1.      Doktrin-doktrin Syi’ah Itsna ‘Asyariah
Di dalam sekte Syi’ah Itsna ‘Asyariah dikenal konsep Usul Ad-Din. Konsep ini menjadi akar atau fondasi pragmatisme agama. Konsep Ushuluddin mempunyai lima akar, yaitu sebagai berikut:
-          Tauhid (the devine Unity)
Tuhan adalah Esa, baik esensi maupun ekstensi-Nya. Keesaan Tuhan adalah mutlak. Ia berinteraksi dengan sendiri-Nya. Tuhan adalah qadim. Maksudnya, Tuhan berinteraksi sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan Mahatahu, Maha Mendengar, selalu hidup, mengerti semua bahasa, selalu benar, dan bebas berkehendak.
-          Keadilan (the devine justice)
Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta merupakan keadilan. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Karena ketidakadilan dan kezaliman terhadap yang lain merupakan tanda kebodohan dan ketidakmampuan, sementara Tuhan adalah Maha tahu dan Maha Kuasa.
-          Nubuwwah (apostleship)
Setiap makhluk di samping telah diberi insting, secara alami juga masih membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari manusia. Rasul merupakan petunjuk haiki utusan Tuhan yang secara transenden diutus memberikan acuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk di alam semesta.
-          Ma’ad (the last day)
Ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk mengahadap pengadilan Tuhan di akhirat, setiap muslim harus yakin keberadaan kiamat dan kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan Tuhan. Mati adalah periode transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat.
-          Imamah (the devine guidance)
Imamah adalah institusi yang diinagurasikan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
Selanjutnya, dalam sisi yang bersifat mahdhah, Syi’ah Itsna ‘Asyariah berpijak pada delapan cabang agama yang disebut dengan furu’ ad-din. Delapan cabang tersebut terdiri atas shalat, puasa, haji, zakat, khumus atau pajak sebesar seperlima dari penghasilan, jihad, al-amr bi al-amr bi al-ma’ruf, dan an-nahyu’an al-munkar.
2.      Syi’ah Sab’iah (Syi’ah Tujuh)
Dinamakan Istilah Syi’ah Sab’iah “Syi’ah Tujuh”dinalogikan dengan Syi’ah Itsna ‘Asyariah. Istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte Syi’ah yang ini hanya mengakui tujuh imam. Tujuh Imam itu adalah ‘Ali, Hasan, Husein, ‘Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq, dan Ismail bin Ja’far. Syi’ah Sabiah disebut juga Syi’ah Ismailiyah.
a.       Doktrin Imamah dalam pandangan Syi’ah Sabi’ah
Para pengikut Syi’ah Sabi’ah percaya bahwa Islam dibangun oleh tujuh pilar, seperti dijelaskan Al-Qadhi An-Nu’man dalam Al-Islam. Tujuh pilar tersebut adalah:
-          Iman
-          Taharah
-          Shalat
-          Zakat
-          Saum
-          Menunaikan haji
-          Jihad
Syarat-syarat seorang imam dalam pandangan Syi’ah Sab’iah adalah sebagai berikut:
a.       Imam harus dari keturunan ‘Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah yang kemudian dikenal dengan ahl-bait.
b.      Berbeda dengan aliran Kaisaniah, pengikut Mukhtar Ats-Tsaqafi,mempropagandakan bahwa keimanan harus dari keturunan ‘Ali melalui peernikahannya dengan seorang wanita dari Bani Hanifah dan mempunyai anak yang bernama Muhammad bin Al-Hanafiyah.
c.       Imam harus beradasarkan penunjukan atau nash. Syi’ah Sab’iah meyakini bahwa  setelah Nabi wafat, ‘Ali menjadi imam berdasarkan penunjukan khusus yang dilakukan Nabi sebelum wafat.
d.      Keimaman jatuh pada anak tertua. Syi’ah Sab’iah menggariskan bahwa seorang imam memperoleh keimaman dengan jalan wiratsah (heredity) dan seharusnya merupakan anak paling tua.
e.       Imam harus maksum (immunity from sin an error). Sebagaimana sekte Syi’ah lainnya, Syi’ah Sab’iah menggariskan bahwa seorang imam harus terjaga dari salah satu dosa.
f.       Imam harus dijabat oleh seorang yang paling baik (best of men). Dalam pandangan Syi’ah Sab’iah, perbuatan dan ucapan imam tidak boleh bertentangan dengan syari’at.
Disamping syarat-syarat di atas, Syi’ah Sab’iah berpendapat bahw aseorang imam harus mempunyai pengetahuan (ilmu) dan pengetahuan walayah. Pengetahuan yang dimaksud adalah: pertama,sorang imam harus mempunyai pengetahuan, baik ilmu lahir maupun  ilmu batin. Dengan ilmu tersebut, seorang imam mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui orang biasa.Apa yang salah dalam pandangan manusia biasa, tidak harus salah dalam pandangan imam. Kedua,seorang imam harus mempunyai sifat walayah, yaitu kemampuan ilmu batin untuk menuntun manusia ke dalam rahasia-rahasia Tuhan.
3.      Syi’ah Zaidiah
Sekte Syi’ah Zaidiah mengakui Zaid bin ‘Ali sebagai Imam V, putra Imam IV, ‘Ali Zainal Abidin. Dari nama Zaid bin ‘Ali inilah nama Zaidiah diambil. Syi’ah Zaidiah merupakan sekte Syi’ah yang moderat. Bahkan, Abu Zahrah menyatakan  bahwa Syi’ah Zaidiah merupakan sekte yang paling dekat dengan Sunni.
a.       Doktrin Imamh menurut Syi’ah Zaidiah
Imamah sebagaimana telah disebutkan merupakan
doktrin fundamental dalam Syi’ah secara umum. Berbeda dengan doktrin imamh yang dikembangkan Syi’ah lain. Menurut Syi’ah Zaidiah seorang imam harus memiliki ciri-ciri berikut:
-          Pertama, merupakan keturunan ahl-bait, baik yang bergaris Hasan maupun Husein. Hal ini mengimplikasikan penolakan mereka atas sistem pewarisan dan nash kepemimpinan.
-          Kedua, memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai uapaya mempertahankan diri atau menyerang. Bagi mereka, pemimpin yang menegakkan kebenaran dan keadilan adalah Mahdi.
-          Ketiga, kecenderungan intelektualisme yang dibuktikan dengan ide dan karya dalam bidang keagamaan.
-          Keempat, mereka menolak kemaksuman imam. Dalam kaitan ini, mereka mengembangkan doktrin imamat al-mafdhul. Artinya, seseorang dapat dipilih menjadi imam meskipun mafdhul (bukan yang terbaik), sementara pada saat yang sama ada yang afdhal.
4.      Syi’ah Ghulat
Istilah “Ghulat” berasal dari kata ghala-yaghulu-ghuluw, artinya “bertambah” dan “naik”. Ghala bi ad-din artinya mmeperkuat dan menjadi ekstrem sehingga melampaui batas. Syi’ah Ghulat berartikan kelompok pendukung ‘Ali yang memiliki sikap berlebihan atau ekstrem (ghulat) adalah kelompok yang menempatkan ‘Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi dari Muhammaad.
Mengenai sekte-sekte Syi’ah Ghulat, para mutakallimin berbeda dalam menetapkan jumlahnya. Syahrastani membagi sekte Ghulat menjadi 11 sekte; Al-Ghurabi membaginya menjadi 13 sekte, dan Al-Asy’ari membagi menjadi 15 sekte. Sekte-sekte yang terkenal, antara lain Sahabiyah, Kamaliyah, Albaiyah, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah, Kayaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah, Yunusiyah, dan Nasyisiah wa Ishaqiyah.
-          Doktrin-doktrin Syi’ah Ghulat
Menurut Syahrastani ada empat doktrin yang membuat mereka ekstrem, yaitu tanasukh, bada’, raj’ah dan tasbih. Moojan Momen menambahkannya dengan hulul dan ghayba.
a.       Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Paham ini diambil dari falsafah Hindu. Syi’ah Ghulat menerapkan paham ini dalam konsep imamhnya, sehingga ada yang mengatakan seperti Abdullah bin Mu’awiyah bin Abdullah bin Ja’far, bahwa roh Allah berpindah kepada Adam kemudian kepada imam-imam secara turun-temurun.
b.      Bada’ adalah keyakinan bahw Allah mengubah kehendak-Nya sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya. Syahrastani menjelaskan bahwa bada’ dalam pandangan Syi’ah Ghulat mempunyai beberapa arti. Apabila berkaitan dengan ilmu, artinya menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan yang diketahui Allah. Apabila berkaitan dengan kehendak, artinya memperlihatkan yang benar dengan menyalahi yang dikendaki dan hukum yang diterapkan-Nya.
c.       Raj’ah ada hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat mempercayai bahwa Imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi. Paham raj’ah dan mahdiyah merupakan ajaran seluruh Syi’ah. Sebagaian menyatakan bahwa yang akan kembali adalah ‘Ali, sedangkan sebagian lainnya menyatakan Ja’far Ash-Shadiq, Muhammad bin Al-Hanafiah, bahkan ada yang mengatakan Mukhtar Ats-Tsaqafi.
d.      Tasbih artinya merupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghulat menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk.
e.       Hulul artinya Tuhan berada di setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah Ghulat berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.
f.       Ghayba artinya menghilangnya Imam Mahdi. Ghayba merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi ada di dalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Konsep Ghayba pertama kali di perkenalkan oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi tahun 66H/686M di Kufah ketika mempropagandakan Muhammad bin Hnafiah sebagai Imam Mahdi.
E.Prinsip-prinsip Syi’ah yang Berpautan dengan Imam (Kepala Negara)
Diantara prinsip-prinsip Syi’ah yang terkenal yang berpautan dengan imamah dan khilafah, adalah Ishmah, Raj’ah, Mahdiyah dan Taqiyyah.[6]
-          Ishmah
Ialah  Kepala Negara yang  tidak boleh  mengerjakan sesuatu maksiat yang besar ataupun kecil dan mereka tidak boleh berbuat  sesuatu kesalahan. Sedangkan pengertian  imamah, adalah umat yang mendapatkan   kesalah, maka dari itu diperlukan imam yang tidak ada salah . Kalau imam itu  juga salah, tentulah tak ada yang memelihara  syari’at, dan tak dapat diberikan kepercayaan kepada seseorang pemelihara syariah, terkecuali dia seorang ma’sum.”
Sedangkan  Kepala Negara hanyalah pelaksana, bukan pemelihara syari’ah. Maka cukuplah  seorang yang mujtahid yang adil, yang  datang dari luar Islam. Pendirian yang seperti ini  di masa Nabi, Mungkin pendirian  yang ditimbulkan oleh sebagian Syi’ah yang berlebih-lebihan. Seperti halnya  Imam-imam Syi’ah yang tidak ada. Mungkin dari merekalah datang pembahasan dalam Ilmu Kalam mengenai ‘ishmah Nabi-nabi.
-          Raj’ah
Ialah Imam yang kembali muncul sesudah bersembunyi atau kembali hidup sesudah mati. Ini adalah suatu fikrah yang ditimbulkan bangsa Yahudi. Di antara yang menyebabkan  timbulnya, ialah riwayat Uzair yang Allah matikan selama 100 tahun, kemudian Allah bangkitkan lagi. Kemudian fikrah itu dianut oleh golongan Nasrani. Orang Nasrani berkata: “Penyaliban Al-Masih dan pembunuhannya hanya menimpai bagian tubuhnya yang nasuti bukan bagian yang lahuti. Al-Masih hidup kembali sesudah 3 hari beliau daisalib, lalu naik ke langit dan duduk di sebelah ayahnya. Dan dia akan datang sekali lagi untuk menyelesaikan perkara antara orang-orang yang telah meninggal dan yang masih hidup.”
Permulaan orang yang mengumandangkan paham ini, ialah Abdullah ibn Saba’. Dia mengaku dalam propagandanya, bahwa Rasulullah akan kembali hidup. Kemudian dia mengatakan pula bahwa Ali tidak terbunuh. Yang terbunuh hanyalah syaitan yang menyerupakan dirinya dengan Ali. Ali telah diangkat ke langit, sebagaimana Isa. Suara Gemuruh yang selalu kita dengar, adalah suaranya, kilat adalah senyunya. Pengikut-pengikut Abdullah ibn Saba’ apabila mendengar suara guruh mengucapkan: “ wa’alaikas salamu ya Amirul mu’minin.” Dan Ali akan kembali lagi ke bumi.
Ibnu Khaldun berkata: “Golongan ini sampai sekarang menunggu-menunggu kedatangan Al-Mahdi. Mereka menyediakan kendaraan dan berhenti di pintu lubang setiap selesai sembahyang maghrib, memanggil namanya dan menyuruhnya keluar. Mereka berbuat demikian sehingga lagi berbuat yang demikian pada hari esoknya.” Ada yang mengatakan bahwa imam-imam yang terdahulu akan kembali bersama-sama musuh-musuhnya di zaman Al-Mahdi agar masing-masing mendapat balasan di dunia, kemudian barulah mereka nanti akan dibangkitkan kelak untuk dibuat perkiraan. Pemimpin Syi’ah yang terkenal menolak dengan keras apa yang dianut oleh golongan Ghulah (yang berlebih-lebihan).
-          Mahdiyah
Ialah i’tikad yang mengatakan bahwa kelak akan lahir seorang imam yang dinamakan Al-Mahdi yang akan mengembangkan keadilan dan memusnahkan kezaliman. Imam pertama yang mereka gelarkan dengan Al-Mahdi, ialah Muhammad ibn Hanafiyah. Mukhtar Ats Tsaqafi menyeru manusia mengakui ke-imamah-an Muhammda dan menamaknnya Al-Mahdi. Boleh jadi nama ini mereka petik dari hadits yang mereka riwayatkan:
... وَاِنْ تَوَلوْ هَا عَلِياً ٬ وَمَا أَرَاكُمْ فَا عِلِيْنً تَجِدُوْنَهُ هَا دِيًا مُهْتَدِ….
Artinya: “Dan jika mengangkat Ali menjadi khalifah, dan aku berpendapat bahwa kamu tidak akan melakukannya, niscahya kamu mendapatinya seorang hadi= orang-orang yang memberi petunjuk dan seorang mahdi = orang yang mendapat petunjuk. Pengikut-pengikut Bani Umayyah juga ingin mempunyai imbangan Al-Mahdi, maka mereka membuat suatu imbangan, yaitu Sufyani, dinisabahkan kepada Abu Sufyan. Mereka ini membuat pula beberapa hadits yang berkaitan itu. Hadits-hadits itu ditantang oleh golongan Syi’ah dengan membuat hadits-hadits yang menerangkan bahwa Al-Mahdi akan membunuh Sufyan (saat dia keluar dari persembunyiannya).
Golongan Abasyiah juga ingin mempunyai imbangan Al-Mahdi. Mereka juga meriwayatkan beberapa hadits yang menerangkan bahwa Al-Mahdi itu akan lahir dari kalangan mereka. Mungkin inilah yang meyebabkan Al-Mansur menamakan puteranya dengan Al-Mahdi.
-          Taqiyyah
Ialah menampakkan sesuatu yang berlainan dengan apa yang tersirat didalam dada untuk memelihara diri dari kezaliman, baik terhadap jiwa maupun terhadap kehormatan. Paham ini dipandang salah satu sendi agama. Untuk menguatkan pendapat ini mereka meriwayatkan beberapa hadits seperti:
لاَ دِيْنَ لِمَنْ لاَ تَقِيةَ لَهُ
      Artinya: “Tak ada agama bagi orang yang tidak mempunyai taqiyyah.”
Mereka mengatakan bahwa  Ali tidak menentang Abu Bakar, Umar dan Utsman, karena taqiyyah semata. Demikian juga sikap Al-Hasan terhadap Mu’awiyah. Sedemikian pula Muhammad ibn Hanafiyah membai’atkan Abdul Malik Ibnu Marwan. Maka segala apa yang mereka lakukan terhadap Ahlus Sunnah, seperti mau bersembahyang bersama-sama, mau berpuasa bersama-sama, adalah semata-mata taqiyyah. Karena segala perkataan mereka dibuat dalam dua arti:
Pertama, arti yang lahir, dipahami oleh semua manusia.
Kedua, arti yang batin yang hanya dipahami oleh para Khaawas.
F. Fiqh Syi’ah
Golongan Syi’ah mempunyai aliran tertentu dalam bidang ushul fiqh dan furu’nya. Dalam bidang ushul mereka menolak segala dasar yang tidak sesuai dengan mazhab mereka. Karenanya dasar-dasar tasyri’ mereka hanya tiga saja, yaitu Ulumul Kitab, yang ditafsirkan menurut tafsir mereka sendiri, As-Sunnah yang diriwayatkan oleh geolongan Syi’ah sendiri dan pendapat imam yang mereka anggap ma’sum.[7]
Mereka tidak menggunakan ijma’ dan qiyas, karena mengambil ijma’ berarti mengambil paham pihak lain, sedang qiyas dianggap suatu pendapat akal. Hukum harus diterima dari orang yang terpelihara dari kesalahan.
Di antara furu’ mereka, ialah membolehkan nikah mut’ah, bahkan mereka memandang nikah mut’ah itu suatu ibadah, mereka mengharamkan perkawinan dengan wanita kitabiyah. Mereka mendahulukan anak paman sekandung atas paman seayah agar sesuai dengan pendirian mereka mendahulukan Ali atas Abbas. Dalam mazhab mereka tidak ada aul (tambah bagian). Mereka mendahulukan anak paman kerabat dekat atas nasabah. Apabila seseorang meninggal dengan meninggalkan anak perempuan dan anak lelaki dari anak lelaki (cucu lelaki), maka semua harta diberikan kepada anak perempuan karena dekatya kepada yang meninggal. Mereka memeberikan kepada istri harta yang bergerak, tidak harta yang tetap. Para Nabi menurut mereka dapat memberikan pusaka. Karena itu dapatlah mereka mengatakan bahwa khalifah dapat dipusakakan. Dan kaki waktu berwudlu disapu saja, bukan dibasuh. Dan perkataan hayya ‘ala khairil amal =  marilah kepada sebaik-baik perjalanan, sesudah hayya ‘alal falah.

Kesimpulan
Ajaran Syi’ah amatlah banyak dan berbeda-beda sehingga kita harus mencari dan mengetahui ajaran-ajaran, doktrin-doktrin, tokoh-tokoh, yang berdampak besar dalam golongan ini. Selain itu, di dalam aliran Syi’ah ini. Selain itu, di dalam aliran Syi’ah ini terdapat banyak bagian-bagian dan perbedaan pendapat dalam bertauhid. Yang ditandai dengan munculnya beberapa sekte seperti Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, dan kaum Ghulat.
Hal ini menuntut kita untuk selalu berhati-hati serta mengantisipasi adanya doktrin keras yang mungkin berkembang, atau bahkan telah begitu pesat dalam penyebarluasan ajarannya ke negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia. Salah satunya adalah menyatakan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum Muslimin. Bahkan yang lebih parah yang memuja dan menganggap bahwa ‘Ali bin Abi Thalib bukan manusia biasa, melainkan jelma tuhan melainkan jelma tuhan itu sendiri.
Oleh karena itu sebagian umat islam harus selalu cermat dan berhati-hati dalam menyakini dan mempelajari suatu aliran syi’ah maupun aliran pemikiran yang lain. Selain itu, jangan sampai terlalu fanatik, karena fanatisme akan berdampak pada keburukan dan Allah tidak menyukai dengan sesuatu yang berlebihan.


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad,Teungku.2009.Ilmu Tauhid/Kalam.Semarang:PT PUSTAKA RIZKI PUTRA.
Rozak,H.Abdul.2012.Ilmu Kalam.Bandung:CV PUSTAKA SETIA.




     [1] Prof.DR.H.Abdul Rozak,M.Ag,ILMU KALAM,CV PUSTAKA SETIA,Bandung,2012,hlm.113.
      [2] Ibid hal.,114.
      [3] Ibid hal,.115.
     [4] Teungku Muhammad,Ilmu Tauhid Kalam PT PUSTAKA RIZKI PUTRA,Semarang,2009,hal.114.
     [5] Ibid,.hal115.
     [6] Ibid,.hal119.
     [7] Ibid,.hal127.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar