BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tradisi
pemikiran Barat dewasa ini merupakan paradigma bagi pengembangan bagi budaya
Barat dengan implikasi yang sangat luas dan mendalam di semua segi dari seluruh
kehidupan. Memahami tradisi pemkiran Barat sebagaimana tercermin dalam
pandangan filsafatnya merupakan ke’arifan tersendiri, karena kita akan dapat
melacak segi-segi positifnya yang layak kita tiru dan menemukan sisi-sisi negatifnya yang tidak kita tiru.
Ditinjau dari
sudut sejarah, filsafat Barat memiliki empat periodesasi. Periodesasi ini
didasarkan atas corak pemikiran yang dominan pada waktu ini. Pertama, adalah
zaman Yunani kuno. Kedua, adalah zaman Abad pertengahan. Ketiga,adalah zaman
Abad Modern, para filosof pada zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis
filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat
Barat modern dengan demikian memiliki corak yang berbeda dengan Abad
Pertengahan. Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan
ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang
oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka zaman Modern otoritas kekuasaan itu
terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman Modern
tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada
dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu adalah Agama dan
Gerejanya serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut. Keempat,
adalah Abad Kontemporer dengan ciri pokok pemikiran logosentris, artinya teks
menjadi tema sentral diskursus filsafat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Abad Zaman Modern dan Tokoh serta aliran
pemikiran-pemikirannya?
2.
Bagaiman Abad Zaman Kontemporer dan Tokoh serta aliran
pemikiran-pemikirannya?
C.
Tujuan Masalah
1.
Agar Mahasiswa dapat memahami tetang Abad Zaman Modern serta tokoh
aliran pemikirannya.
2.
Agar Mahasiswa dapat
memahami tetang Abad Zaman Kontemporer serta tokoh aliran pemikirannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ZAMAN MODERN (17-19 M)
Tidak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai. Secara
historis, zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua
abad (abad ke-14 dan ke-15) ditandai dengan munculnya gerakan Renaissance.
Dalam era filsaat modern, yang kemudian dilanjutkan dengan era filsafat abad
ke-20, muncullah berbagai aliran pemikiran: Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme,
Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme,
Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.[1]
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis
sejak Zaman Renaissance. Seperti Rene Descartes, tokoh yang terkenal sebagai
bapak filsafat modern. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti Penemuannya
dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat yang terdiri atas dua garis lurus X
dan Y dalam bidang latar. Isac Newton dengan temuannya teori gravitasi. Charles
Darwin dengan teorinya struggle for life.[2]
J.J Thompson dengan temuannya elektron. Berikut penjelasan sekilas dari
filusuf-filusuf tersebut.
1.
Rene Descartes (1596-1650)
Descartes lahir pada tahun 1596 dan meninggal pada tahun 1650.
Descartes dianggap sebagai pendiri filsafat modern. Ia ahli matematika dan juga
seorang filosuf. Ambisinya yaitu untuk memulai lagi filsafat, menetapkannya
diatas dasar yang cukup pasti untuk mendukung bangunan pengetahuan yang tidak
meragukan. Sebagai salah seorang partisipan yang paling utama dalam aktivitas
intelektual dan ilmiah masanya yang sedang berkembang ia sepenuhnya menghargai
pentingnya metode dan penemuan baru yang ketika itu muncul dan ia menyadari
tantangan yang ia kemukakan dalam gagasan-gagasan dan asumsi Aristotelianisme
yang berurat berakar.[3]
Descartes juga mempunyai Buku yang terkenal didalam filsafat murni ialah
Discourse de la Methode (1637) dan Meditations (1642). Kedua buku ini saling
melengkapi satu sama lain. Di dalam kedua buku inilah ia menuangkan metodenya
yang terkenal itu, metode keraguan Descartes (Cartesian Doubt). Metode
ini sering juga disebut Cagito Descartes, atau metode Cogito
saja.
Ia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh Gereja bahwa
dasar filsafat haruslah rasio (akal). Tokoh-tokoh Gereja waktu itu tetap yakin
bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagaimana tersirat di dalam jargon
credo ut intelligam dari Anselmus itu. Untuk meyakinkan orang bahwa dasar
filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasi yang amat terkenal. Argumentasi
itu tertuang di dalam metode cogito tersebut.
Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan
(lebih dulu) segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia mencoba
meragukan semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin
diragukan. Dia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin
karena pada pengalaman mimpi, halusinansi, ilusi, dan juga pada pengalaman
dengan roh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Di dalam mimpi
seolah-olah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis
seperti tidak mimpi (jaga). Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi, dan
kenyataan gaib. Tatkala bermimpi, rasa-rasanya seperti bukan mimpi. Siapa yang
dapat menjamin kejadian-kejadian waktu jaga (yang kita katakan sebagai jaga
ini) sebagaimana kita alami adalah kejadian-kejadian yang sebenarnya, jadi
bukan mimpi? Tidak ada perbedaan yang jelas antara mimpi dan jaga, demikian
yang dimaksud oleh Rene Descartes.[4]
2.
Isac Newton
Berperan dalam ilmu pengetahuan modern terutama penemuannya dalam
tiga bidang, yaitu teori Gravitasi, perhitungan Calculus, dan Optika. Ketiga
bidang tersebut dapat diuraikan (dalam Rizal Mustansyir, 19960 secara singkat
adalah sebagai berikut.
a)
Teori Gravitasi adalah perbincangan lanjutan mengenai soal
pergerakan yang telah dirintis oleh Galileo dan Keppler. Galileo mempelajari
pergerakan dengan lintasan lurus. Keppler mempelajari pergerakan dengan
lintasan tertutup atau elips. Teori Gravitasi menerangkan bahwa planet tidak
bergerak lurus, namun mengikuti lintasan elips, karena adanya pengaruh
gravitasi, yaitu kekuatan yang selalu akan timbul jika ada dua benda
berdekatan. Teori Gravitasi ini dapat menerangkan dari semua lintasan planet
dan bulan, pengaruh pasang-surutnya air samudera, dan peristiwa astronomi
lainnya. Teori Gravitasi Newton ini dipergunakan oleh para ahli berikutnya
untuk pembuktian laboratorium dan penemuan planet baru di alam semesta.
b)
Perhitungan Calculus, yaitu hubungan antara X dan Y. Kalau X
bertambah, maka Y akan bertambah pula, tetapi menurut ketentuan yang tetap dan teratur.
Misalnya ada yang bergerak, panjangnya jarak yang ditempuh tergantung dari
kecepatan tiap detik dan panjangnya waktu pergerakan. Cara perhitungan Calculus
ini banyak manfaatnya untuk menghitung berbagai hubungan antara dua atau lebih
hal yang berubah, bersama dengan ketentuan yang teratur.
c)
Oprika atau mengenai cahaya, jika cahaya matahari dilewatkan sebuah
prisma, maka cahaya asli yang kelihatannya homogen menjadi terbias antara merah
sampai ungu, menjadi pelangi. Kemudian kalau pelangi itu dilewatkan sebuah
prisma lainnya yang terbalik, maka pelangi terkumpul kembali menjadi cahaya
homogen. Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa cahaya itu sesungguhnya terdiri
atas komponen yang terbentang antara merah dan ungu.[5]
3.
Charles Darwin
Dikenal sebagai penganut teori evolusi yang fanatik. Darwin
menyatakan bahwa perkembangan yang terjadi pada makhluk di bumi terjadi karena
seleksi alam.Teorinya yang terkenal adalah struggle for life (perjuangan
untuk hidup). Darwin berpendapat bahwa perjuangan untuk hidup berlaku pada
setiap kumpulan makhluk hidup yang sejenis, karena meskipun sejenis namun tetap
menampilkan kelainan-kelainan kecil. Makhluk hidup yang berkelainan kecil itu
berbeda-beda daya menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan. Makhluk hidup yang
dapat menyesuaikan diri akan memiliki peluang yang lebih besar untuk bertahan
hidup lebih lama, sedangkan yang kurang dapat menyesuaikan diri akan
tersisihkan karena kalah bersaing. Oleh karena itu yang dapat bertahan adalah
yang paling unggul (survival of the fittest). [6]
4.
Joseph John Thompson ( 1856 M-1940 M)
Adalah seorang ilmuan dengan penelitiannya yang membuahkan penemuan
Elektron. Thompson mengungkapkan bahwa gas mampu menghantarkan listrik. Ia
menjadi seseorang perintis ilmu fisika nuklir. Dia juga menemukan sebuah metode
untuk memisahkan jenis atom dan sinar molekul yang berbeda dengan menggunakan
sinar positif.
B.
ZAMAN KONTEMPORER ( ABAD KE-20 DAN SETERUSNYA)
Sebagian besar pemikir abad ke-20 pernah menulis tentang bahasa.[7]
Tugas filsafat bukanlah membuat pernyataan-pernyataan tentang sesuatu yang
khusus sebagaimana memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman
terhadap bahasa logika. Perkembangan filsafat abat ke-20 juga ditandai oleh
munculnya berbagai aliran filsafat, dan kebanyakan dari aliran itu merupakan
kelanjutan dari aliran-aliran filsafat yang telah berkembang pada abad modern,
seperti: neo-thomisme, neo-kantianisme, neo-hegelianisme, neo-marxisme,
neo-positivisme, dan sebagainya.namun demikian ada juga aliran filsafat yang
baru dengan ciri dan corak yang lain sama sekali seperti: fenomenologi,
eksistensialisme, pragmatisme, strukturalisme, dan yang paling mutakhir adalah
aliran postmodernisme.
Tokoh pertama adalah Edmund Husserl (1859-1938), selaku pendiri
aliran fenomenologi, ia telah mempengaruhi pemikiran filsafat abad ke-20 ini
secara amat mendalam. Fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa
yang tampak (phinomenon). Fenomenologi dengan demikian adalah ilmu yang
mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri atau fenomenon.[8]
Ekstensialisme dan fenomenologi merupakan dua gerakan yang sangat
erat dan menunjukkkan pemberontakan tambahan terhadap metode-metode dan
pandangan-pandangan filsafat Barat. Salah seorang tokoh eksistensialisme yang
populer adalah Jean Paul Sartre (1905-1980), ia membedakan rasio dialektis
dengan rasio analitis. Rasio analitis dijalankan dalam ilmu pengetahuan. Rasio
deakletis harus digunakan, jika kita berpikir tentang manusia, sejarah, dan
kehidupan sosial. Rasio terakhir ini bersifat diakletis, karena terdapat
identitas diakletis antara ada dan pengetahuan, artinya pengetahuan merupakan
suatu proses yang berlangsung dalam Ada. Rasio ini diakletis karena objek yang
diselidikinya bersifat diakletis dan juga karena ia sendiri ditentukan oleh tempatnya
dalam sejarah.[9]
Aliran filsafat eksistensialisme yang menjadi mode berfilsafat pada
pertengahan abad ke-20 mendapat reaksi dari aliran strukturalisme. Jika
eksistensialisme menerangkan pada peranan individu, maka strukturalisme justru
melihat manusia “terkungkung” dalam berbagai struktur dalam kehidupannya.
Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya dengan
strukturalisme sebagai aliran filsafat. Tokoh yang berpengaruh dalam aliran
filsafat strukturalisme adalah Michel
Foucault (1926-1984).
Pada abad ke-20 ada aliran filsafat yang pengaruhnya dalam dunia
praksis cukup besar, yaitu aliran filsafat pragmatisme. Pragmatisme merupakan
gerakan filsafat Amerika yang menjadi terkenal selama satu abad terakhir.
Aliran filsafat ini merupakan suatu sikap, metode dan filsafat yang memakai
akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai
kebenaran.[10]
Salah seorang tokoh pragmatisme adalah William James (1842-1910).
Di antara ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filosuf, bidang
fisika menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Trout (dalam Rizal
Mustansyir, dkk., 2001) fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang
subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam
semesta. Ia juga menunjukkan bahwa secara historis hubungan antara fisika
dengna filsafat terlihat dalam dua cara. Pertama, diskusi filosofis
mengenai metode fisika, dan dalam interaksi antara pandangan substansial
tentang fiiska (misalnya: tentang materi, kuasa, konsep ruang, dan waktu). Kedua,
ajaran filsafat tradisional yang menjawab fenomena tentang materi, kuasa,
ruang, dan waktu. Dengan demikian, sejak semula sudah ada hubungan yang erat
antara filsafat dan fisika.
Fisikawan termashyur abad ke-20 adalah Albert Einstein. Ia
menyatakan bahwa alam itu tidak berhingga besarnya dan tidak terbatas, tetapi
juga tidak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke
waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta
itu bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui adanya penciptaan
alam. Disamping teori mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain-lain, Zaman
Kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi
komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat
pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi, internet, dan
sebagainya. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi
spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang
sedikit, tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran semakin menajam dalam
spesialis dan subspesialis atau super-spesialis, demikian pula bidang ilmu
lain. Disamping kecenderungan ke arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah
sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang
ilmu baru seperti bioteknologi yang dewasa ini dikenal dengan teknologi
kloning.[11]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama
dua abad ( abad ke-14 dan ke 15) ditandai dengan munculnya gerakan Renaissance.
Di zaman modern ini muncul berbagai aliran pemikiran yaitu Rasionalisme,
Empirisme, Kritisisme dll. Zaman modern juga ditandai dengan berbagai penemuan
dalam bidang ilmiah dan ilmu pengetahuan. Banyak filosof-filosof di zaman
modern diantaranya: Rene Descartes (1596-1650), Isac Newton, Charles Darwin ,
Joseph Jhon Thompson (1856-1940).
Sedangkan zaman kontemporer juga di tandai dengan munculnya
berbagai aliran filsafat, dan kebanyakan dari aliran itu merupakan kelanjutan
dari aliran-aliran filsafat yang telah berkembang pada abad modern, seperti:
neo-thomisme, neo-kantianisme, neo-hegelianisme, neo-marxisme, neo-positivisme,
dan sebagainya. Namun demikian ada juga aliran filsafat yang baru dengan ciri
dan corak yang lain seperti: fenomenologi, eksistensialisme, pragmatisme,
strukturalisme, dan postmodernisme.
Pertama, Fenomenologi dengan tokoh utamanya adalah Edmund Husserl
(1859-1938), selaku pendiri aliran fenomenologi. Fenomenologi adalah ilmu
pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak (phinomenon). Fenomenologi dengan
demikian adalah ilmu yang mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan
diri atau fenomenon.
Kedua, Ekstensialisme dan tokoh yang populer adalah Jean Paul
Sartre (1905-1980), ia membedakan rasio dialektis dengan rasio analitis. Ekstensialisme
dan fenomenologi merupakan dua gerakan yang sangat erat dan menunjukkkan
pemberontakan tambahan terhadap metode-metode dan pandangan-pandangan filsafat
Barat.
Ketiga, Strukturalisme dengan tokoh Michael Foucault (1926-1984).
Jika eksistensialisme menerangkan pada peranan individu, maka strukturalisme
justru melihat manusia “terkungkung” dalam berbagai struktur dalam kehidupannya.
[1] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010)
hlm., 113-115.
[2] Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu
dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) hlm., 87.
[3] Ilzamudin Ma’mur, Mufti Ali, Lima Puluh Filosof Dunia yang
Menggerakkan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 1. ) hlm.,
83.
[4] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai
Capra, (Bandung: PT Rosdakarya Offset, 1990, cet. 1) hlm., 129-130.
[5] Op.cit., hlm., 87-88.
[6] Loc.cit., hlm., 89.
[7] Drs. Rizal Mustansyir, Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta:Pustaka
Pelajar Offset, 2001, cet. 1.) hlm., 89.
[9] Ibid., hlm. 93.
[10] Ibid., hlm. 95.
[11] Loc. Cit., hlm. 89.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar